Showing posts with label di sebuah. Show all posts
Showing posts with label di sebuah. Show all posts

Saturday, August 4, 2018

Kumpulan Cerita Sex Terbaru Akibat Ketinggalan Kunci Kamar Jadi Dapat Enak

Judi Slot Pake Pulsa

Streaming Film xxi Gratis

di sebuah - Hallo sahabat Cerita Mesum terbaru 2019, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul di sebuah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel . Di depan, Artikel aku, Artikel di pusat, Artikel di sebuah, Artikel gang, Artikel itu, Artikel Jember, Artikel kota, Artikel namanya, Artikel Nia Ramawati, Artikel rumahku, Artikel saat, Artikel seorang, Artikel tinggal, Artikel tinggalah, Artikel wanita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kumpulan Cerita Sex Terbaru Akibat Ketinggalan Kunci Kamar Jadi Dapat Enak
link : Kumpulan Cerita Sex Terbaru Akibat Ketinggalan Kunci Kamar Jadi Dapat Enak

Baca juga


di sebuah

Kumpulan Cerita Sex Terbaru 2018 - Saat itu aku tinggal di sebuah gang di pusat kota Jember. Di depan rumahku tinggalah seorang wanita, Nia Ramawati namanya, tapi ia biasa dipanggil Ninik. Usianya saat itu sekitar 24 tahun, karena itu aku selalu memanggilnya Mbak Ninik. Ia bekerja sebagai kasir pada sebuah departemen store di kotaku. Ia cukup cantik, jika dilihat mirip bintang sinetron Sarah Vi, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang sebahu.
Namun yang paling membuatku betah melihatnya adalah buah dadanya yang indah. Kira-kira ukurannya 36B, buah dada itu nampak serasi dengan bentuk tubuhnya yang langsing.
Keindahan tubuh Mbak Ninik tampak semakin aduhai saat aku melihat pantatnya. Kali ini aku tidak bisa berbohong, ingin sekali kuremas-remas pantatnya yang aduhai itu. Bahkan jika Mbak Ninik memintaku mencium pantatnya akan kulakukan. Satu hal lagi yang membuatku betah melihatnya adalah bibirnya yang merah. Ingin sekali aku mencium bibir yang merekah itu. Tentu akan sangat nikmat saat membayangkan keindahan tubuhnya.
Setiap pagi saat menyapu teras rumahnya, Mbak Ninik selalu menggunakan kaos tanpa lengan dan hanya mengenakan celana pendek. Jika ia sedang menunduk, sering kali aku melihat bayangan celana dalamnya berbentuk segi tiga. Saat itu penisku langsung berdiri dibuatnya. Apalagi jika saat menunduk tidak terlihat bayangan celana dalamnya, aku selalu berpikir, wah pasti ia tidak memakai celana dalam. Kemudian aku membayangkan bagaimana ya tubuh Mbak Ninik jika sedang bugil, rambut vaginanya lebat apa tidak ya. Itulah yang selalu muncul dalam pikiranku setiap pagi, dan selalu penisku berdiri dibuatnya. Bahkan aku berjanji dalam hati jika keinginanku terkabul, aku akan menciumi seluruh bagian tubuh Mbak Ninik. Terutama bagian pantat, buah dada dan vaginanya, akan kujilati sampai puas.
Malam itu, aku pergi ke rumah Ferri, latihan musik untuk pementasan di sekolah. Kebetulan orang tua dan saudaraku pergi ke luar kota. Jadi aku sendirian di rumah. Kunci kubawa dan kumasukkan saku jaket. Karena latihan sampai malam aku keletihan dan tertidur, sehingga terlupa saat jaketku dipakai Baron, temanku yang main drum. Aku baru menyadari saat sudah sampai di teras rumah.
“Waduh kunci terbawa Baron,” ucapku dalam hati. Padahal rumah Baron cukup jauh juga. Apalagi sudah larut malam, sehingga untuk kembali dan numpang tidur di rumah Ferri tentu tidak sopan. Terpaksa aku tidur di teras rumah, ya itung-itung sambil jaga malam.
“Lho masih di luar Hen..” Aku tertegun mendengar sapaan itu, ternyata Mbak Ninik baru pulang.
“Eh iya.. Mbak Ninik juga baru pulang,” ucapku membalas sapaannya. “Iya, tadi setelah pulang kerja, aku mampir ke rumah teman yang ulang tahun,” jawabnya.
“Kok kamu tidur di luar Hen.”
“Anu.. kuncinya terbawa teman, jadi ya nggak bisa masuk,” jawabku. Sebetulnya aku berharap agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di rumahnya. Selanjutnya Mbak Ninik membuka pintu rumah, tapi kelihatannya ia mengalami kesulitaan. Sebab setelah dipaksa-paksa pintunya tetap tidak mau terbuka. Melihat hal itu aku segera menghampiri dan menawarkan bantuan.
“Kenapa Mbak, pintunya macet..”
“Iya, memang sejak kemarin pintunya agak rusak, aku lupa memanggil tukang untuk memperbaikinya.” jawab Mbak Ninik.
“Kamu bisa membukanya, Hen.” lanjutnya.
“Coba Mbak, saya bantu.” jawabku, sambil mengambil obeng dan tang dari motorku.
Aku mulai bergaya, ya sedikit-sedikit aku juga punya bakat Mc Gayver. Namun yang membuatku sangat bersemangat adalah harapan agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
“Kletek.. kletek…” akhirnya pintu terbuka. Aku pun lega.
“Wah pinter juga kamu Hen, belajar dari mana.”
“Ah, nggak kok Mbak.. maklum saya saudaranya Mc Gayver,” ucapku bercanda.
“Terima kasih ya Hen,” ucap Mbak Ninik sambil masuk rumah.
Aku agak kecewa, ternyata ia tidak menawariku tidur di rumahnya. Aku kembali tiduran di kursi terasku. Namun beberapa saat kemudian. Mbak Ninik keluar dan menghampiriku.
“Tidur di luar tidak dingin. Kalau mau, tidur di rumahku saja Hen,” kata Mbak Ninik.
“Ah, nggak usah Mbak, biar aku tidur di sini saja, sudah biasa kok, “jawabku basa-basi.
“Nanti sakit lho. Ayo masuk saja, nggak apa-apa kok.. ayo.”
Akhirnya aku masuk juga, sebab itulah yang kuinginkan.
“Mbak, saya tidur di kursi saja.”
Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa yang terdapat di ruang tamu.
“Ini bantal dan selimutnya Hen.”
Aku tersentak kaget melihat Mbak Ninik datang menghampiriku yang hampir terlelap. Apalagi saat tidur aku membuka pakaianku dan hanya memakai celena pendek.
“Oh, maaf Mbak, aku terbiasa tidur nggak pakai baju,” ujarku.
“Oh nggak pa-pa Hen, telanjang juga nggak pa-pa.”
“Benar Mbak, aku telanjang nggak pa-pa,” ujarku menggoda.
“Nggak pa-pa, ini selimutnya, kalau kurang hangat ada di kamarku,” kata Mbak Ninik sambil masuk kamar.
Aku tertegun juga saat menerima bantal dan selimutnya, sebab Mbak Ninik hanya memakai pakaian tidur yang tipis sehingga secara samar aku bisa melihat seluruh tubuh Mbak Ninik. Apalagi ia tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam pakaian tidur tipis itu. Aku juga teringat ucapannya kalau selimut yang lebih hangat ada di kamarnya. Langsung aku menghampiri kamar Mbak Ninik. Ternyata pintunya tidak ditutup dan sedikit terbuka. Lampunya juga masih menyala, sehingga aku bisa melihat Mbak Ninik tidur dan pakaiannya sedikit terbuka. Aku memberanikan diri masuk kamarnya.
“Kurang hangat selimutnya Hen,” kata Mbak Ninik.
“Iya Mbak, mana selimut yang hangat,” jawabku memberanikan diri.
“Ini di sini,” kata Mbak Ninik sambil menunjuk tempat tidurnya.
Aku berlagak bingung dan heran. Namun aku mengerti Mbak Ninik ingin aku tidur bersamanya. Mungkin juga ia ingin aku.., Pikiranku melayang kemana-mana. Hal itu membuat penisku mulai berdiri. Terlebih saat melihat tubuh Mbak Ninik yang tertutup kain tipis itu.
“Sudah jangan bengong, ayo sini naik,” kata Mbak Ninik.
“Eit, katanya tadi mau telanjang, kok masih pakai celana pendek, buka dong kan asyik,” kata Mbak Ninik saat aku hendak naik ranjangnya.
Kali ini aku benar-benar kaget, tidak mengira ia langsung memintaku telanjang. Tapi kuturuti kemauannya dan membuka celana pendek berikut cekana dalamku. Saat itu penisku sudah berdiri.
“Ouww, punyamu sudah berdiri Hen, kedinginan ya, ingin yang hangat,” katanya.
“Mbak nggak adil dong kalau hanya aku yang bugil, Mbak juga dong,” kataku.
“OK Hen, kamu mau membukakan pakaianku.”
Kembali aku kaget dibuatnya, aku benar-benar tidak mengira Mbak Ninik mengatakan hal itu. Ia berdiri di hadapanku yang sudah bugil dengan penis berdiri. Aku memang baru kali ini tidur bersama wanita, sehingga saat membayangkan tubuh Mbak Ninik penisku sudah berdiri.
“Ayo bukalah bajuku,” kata Mbak Ninik.
Aku segera membuka pakaian tidurnya yang tipis. Saat itulah aku benar-benar menyaksikan pemandangan indah yang belum pernah kualami. Jika melihat wanita bugil di film sih sudah sering, tapi melihat langsung baru kali ini.
Cerita Seks- Setelah Mbak Ninik benar-benar bugil, tanganku segera melakukan pekerjaannya. Aku langsung meremas-remas buah dada Mbak Ninik yang putih dan mulus. Tidak cuma itu, aku juga mengulumnya. Puting susunya kuhisap dalam-dalam. Mbak Ninik rupanya keasyikan dengan hisapanku. Semua itu masih dilakukan dengan posisi berdiri.
“Oh, Hen nikmat sekali rasanya..”
Aku terus menghisap puting susunya dengan ganas. Tanganku juga mulai meraba seluruh tubuh Mbak Ninik. Saat turun ke bawah, tanganku langsung meremas-remas pantat Mbak Ninik. Pantat yang padat dan sintal itu begitu asyik diremas-remas. Setelah puas menghisap buah dada, mulutku ingin juga mencium bibir Mbak Ninik yang merah.
“Hen, kamu ahli juga melakukannya, sudah sering ya,” katanya.
“Ah ini baru pertama kali Mbak, aku melakukan seperti yang kulihat di film blue,” jawabku.
Aku terus menciumi tiap bagian tubun Mbak Ninik. Aku menunduk hingga kepalaku menemukan segumpal rambut hitam. Rambut hitam itu menutupi lubang vagina Mbak Ninik. Bulu vaginanya tidak terlalu tebal, mungkin sering dicukur. Aku mencium dan menjilatinya. Tanganku juga masih meremas-remas pantat Mbak Ninik. Sehingga dengan posisi itu aku memeluk seluruh bagian bawah tubuh Mbak Ninik.
“Naik ranjang yuk,” ucap Mbak Ninik.
Aku langsung menggendongnya dan merebahkan di ranjang. Mbak Ninik tidur dengan terlentang dan paha terbuka. Tubuhnya memang indah dengan buah dada yang menantang dan bulu vaginanya yang hitam indah sekali. Aku kembali mencium dam menjilati vagina Mbak Ninik. Vagina itu berwarna kemerahan dan mengeluarkan bau harum. Mungkin Mbak Ninik rajin merawat vaginanya. Saat kubuka vaginanya, aku menemukan klitorisnya yang mirip biji kacang. Kuhisap klitorisnya dan Mbak Ninik menggeliat keasyikan hingga pahanya sedikit menutup. Aku terjepit diantara paha mulus itu terasa hangat dan nikmat.
“Masih belum puas menjilatinya Hen.”
“Iya Mbak, punyamu sungguh asyik dinikmati.”
“Ganti yang lebih nikmat dong.”
Tanpa basa-basi kubuka paha mulus Mbak Ninik yang agak menutup. Kuraba sebentar bulu yang menutupi vaginanya. Kemudian sambil memegang penisku yang berdiri hebat, kumasukkan batang kemaluanku itu ke dalam vagina Mbak Ninik.
“Oh, Mbak ini nikmatnya.. ah.. ah..”
“Terus Hen, masukkan sampai habis.. ah.. ah..”
Aku terus memasukkan penisku hingga habis. Ternyata penisku yang 17 cm itu masuk semua ke dalam vagina Mbak Ninik. Kemudian aku mulai dengan gerakan naik turun dan maju mundur.
“Mbak Ninik.. Nikmaat.. oh.. nikmaattt seekaliii.. ah..”
Semakin lama gerakan maju mundurku semakin hebat. Itu membuat Mbak Ninik semakin menggeliat keasyikan.
“Oh.. ah.. nikmaatt.. Hen.. terus.. ah.. ah.. ah..”
Setelah beberapa saat melakukan maju mundur, Mbak Ninik memintaku menarik penis. Rupanya ia ingin berganti posisi. Kali ini aku tidur terlentang. Dengan begitu penisku terlihat berdiri seperti patung. Sekarang Mbak Ninik memegang kendali permainan. Diremasnya penisku sambil dikulumnya. Aku kelonjotan merasakan nikmatnya kuluman Mbak Ninik. Hangat sekali rasanya, mulutnya seperti vagina yang ada lidahnya. Setelah puas mengulum penisku, ia mulai mengarahkan penisku hingga tepat di bawah vaginanya. Selanjutnya ia bergerak turun naik, sehingga penisku habis masuk ke dalam vaginanya.
“Oh.. Mbak Ninik.. nikmaaatt sekali.. hangat dan oh..”
Sambil merasakan kenikmatan itu, sesekali aku meremas-remas buah dada Mbak Ninik. Jika ia menunduk aku juga mencium buah dada itu, sesekali aku juga mencium bibir Mbak Ninik.
“Oh Hen punyamu Oke juga.. ah.. oh.. ah..”
“Punyamu juga nikmaaat Mbaak.. ah.. oh.. ah…”
Mbak Ninik rupanya semakin keasyikan, gerakan turun naiknya semakin kencang. Aku merasakan vagina Mbak Ninik mulai basah. Cairan itu terasa hangat apalagi gerakan Mbak Ninik disertai dengan pinggulnya yang bergoyang. Aku merasa penisku seperti dijepit dengan jepitan dari daging yang hangat dan nikmat.
“Mbak Ninik.. Mbaaakk.. Niiikmaaattt..”
“Eh.. ahh.. ooohh.. Hen.. asyiiikkk.. ahh.. ennakk.. nikmaaatt..”
Setelah dengan gerakan turun naik, Mbak Ninik melepas penisku. Ia ingin berganti posisi lagi. Kali ini ia nungging dengan pantat menghadapku. Nampak olehku pantatnya bagai dua bantal yang empuk dengan lubang nikmat di tengahnya. Sebelum kemasukan penisku, aku menciumi dahulu pantat itu. Kujilati, bahkan hingga ke lubang duburnya. Aku tak peduli dengan semua hal, yang penting bagiku pantat Mbak Ninik kini menjadi barang yang sangat nikmat dan harus kunikmati.
“Hen, ayo masukkan punyamu aku nggak tahaan nih,” kata Mbak Ninik.
Kelihatannya ia sudah tidak sabar menerima hunjaman penisku.
“Eh iya Mbak, habis pantat Mbak nikmat sekali, aku jadi nggak tahan,” jawabku.
Kemudian aku segera mengambil posisi, kupegang pantatnya dan kuarahkan penisku tepat di lubang vaginanya. Selanjutnya penisku menghunjam dengan ganas vagina Mbak Ninik. Nikmat sekali rasanya saat penisku masuk dari belakang. Aku terus menusuk maju mundur dan makin lama makin keras.

“Oh.. Aah.. Hen.. Ooohh.. Aah.. Aaahh.. nikmaaatt Hen.. terus.. lebih keras Hen…”
“Mbak Ninik.. enak sekaliii.. niiikmaaatt sekaaliii..”
Kembali aku meraskan cairan hangat dari vagina Mbak Ninik membasahi penisku. Cairan itu membuat vagina Mbak Ninik bertambah licin. Sehingga aku semakin keras menggerakkan penisku maju mundur.Mbak Ninik berkelonjotan, ia memejamkan mata menahan rasa nikmat yang teramat sangat. Rupanya ia sudah orgasme. Aku juga merasakan hal yang sama.
“Mbak.. aku mau keluar nih, aku nggak tahan lagi..”
Kutarik penisku keluar dari lubang duburnya dan dari penisku keluar sperma berwarna putih. Sperma itu muncrat diatas pantat Mbak Ninik yang masih menungging. Aku meratakan spermaku dengan ujung penisku yang sesekali masih mengeluarkan sperma. Sangat nikmat rasanya saat ujung penisku menyentuh pantat Mbak Ninik.
“Oh, Mbak Ninik.. Mbaak.. nikmat sekali deh.. Hebat.. permainan Mbak bener-bener hebat..”
“Kamu juga Hen, penismu hebat.. hangat dan nikmat..”
Kami berpelukan di ranjang itu, tak terasa sudah satu jam lebih kami menikmati permainan itu. Selanjutnya karena lelah kami tertidur pulas. Esok harinya kami terbangun dan masih berpelukan. Saat itu jam sudah pukul 09:30 pagi.
“Kamu nggak sekolah Hen,” tanya Mbak Ninik.
“Sudah terlambat, Mbak Ninik tidak bekerja.”
“Aku masuk sore, jadi bisa bangun agak siang..”
Kemudian Mbak Ninik pergi ke kamar mandi. Aku mengikutinya, kami mandi berdua dan saat mandi kembali kami melakukan permainan nikmat itu. Walaupun dengan posisi berdiri, tubuh Mbak Ninik tetap nikmat. Akhirnya pukul 14:30 aku pergi ke rumah Baron dan mengambil kunci rumahku. Tapi sepanjang perjalanan aku tidak bisa melupakan malam itu. Itulah saat pertama aku melakukan permainan nikmat dengan seorang wanita.
Kini saat aku kuliah dan bekerja di Denpasar, aku masih sering mengingat saat itu. Jika kebetulan pulang ke Jember, aku selalu mampir ke rumah Mbak Ninik dan kembali menikmati permainan nikmat. Untung sekarang ia sudah pindah, jadi kalau aku tidur di rumah Mbak Ninik, orang tuaku tidak tahu. Kubilang aku tidur di rumah teman SMA.

Kumpulan Cerita Sex Terbaru 2018 - Saat itu aku tinggal di sebuah gang di pusat kota Jember. Di depan rumahku tinggalah seorang wanita, Nia Ramawati namanya, tapi ia biasa dipanggil Ninik. Usianya saat itu sekitar 24 tahun, karena itu aku selalu memanggilnya Mbak Ninik. Ia bekerja sebagai kasir pada sebuah departemen store di kotaku. Ia cukup cantik, jika dilihat mirip bintang sinetron Sarah Vi, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang sebahu.
Namun yang paling membuatku betah melihatnya adalah buah dadanya yang indah. Kira-kira ukurannya 36B, buah dada itu nampak serasi dengan bentuk tubuhnya yang langsing.
Keindahan tubuh Mbak Ninik tampak semakin aduhai saat aku melihat pantatnya. Kali ini aku tidak bisa berbohong, ingin sekali kuremas-remas pantatnya yang aduhai itu. Bahkan jika Mbak Ninik memintaku mencium pantatnya akan kulakukan. Satu hal lagi yang membuatku betah melihatnya adalah bibirnya yang merah. Ingin sekali aku mencium bibir yang merekah itu. Tentu akan sangat nikmat saat membayangkan keindahan tubuhnya.
Setiap pagi saat menyapu teras rumahnya, Mbak Ninik selalu menggunakan kaos tanpa lengan dan hanya mengenakan celana pendek. Jika ia sedang menunduk, sering kali aku melihat bayangan celana dalamnya berbentuk segi tiga. Saat itu penisku langsung berdiri dibuatnya. Apalagi jika saat menunduk tidak terlihat bayangan celana dalamnya, aku selalu berpikir, wah pasti ia tidak memakai celana dalam. Kemudian aku membayangkan bagaimana ya tubuh Mbak Ninik jika sedang bugil, rambut vaginanya lebat apa tidak ya. Itulah yang selalu muncul dalam pikiranku setiap pagi, dan selalu penisku berdiri dibuatnya. Bahkan aku berjanji dalam hati jika keinginanku terkabul, aku akan menciumi seluruh bagian tubuh Mbak Ninik. Terutama bagian pantat, buah dada dan vaginanya, akan kujilati sampai puas.
Malam itu, aku pergi ke rumah Ferri, latihan musik untuk pementasan di sekolah. Kebetulan orang tua dan saudaraku pergi ke luar kota. Jadi aku sendirian di rumah. Kunci kubawa dan kumasukkan saku jaket. Karena latihan sampai malam aku keletihan dan tertidur, sehingga terlupa saat jaketku dipakai Baron, temanku yang main drum. Aku baru menyadari saat sudah sampai di teras rumah.
“Waduh kunci terbawa Baron,” ucapku dalam hati. Padahal rumah Baron cukup jauh juga. Apalagi sudah larut malam, sehingga untuk kembali dan numpang tidur di rumah Ferri tentu tidak sopan. Terpaksa aku tidur di teras rumah, ya itung-itung sambil jaga malam.
“Lho masih di luar Hen..” Aku tertegun mendengar sapaan itu, ternyata Mbak Ninik baru pulang.
“Eh iya.. Mbak Ninik juga baru pulang,” ucapku membalas sapaannya. “Iya, tadi setelah pulang kerja, aku mampir ke rumah teman yang ulang tahun,” jawabnya.
“Kok kamu tidur di luar Hen.”
“Anu.. kuncinya terbawa teman, jadi ya nggak bisa masuk,” jawabku. Sebetulnya aku berharap agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di rumahnya. Selanjutnya Mbak Ninik membuka pintu rumah, tapi kelihatannya ia mengalami kesulitaan. Sebab setelah dipaksa-paksa pintunya tetap tidak mau terbuka. Melihat hal itu aku segera menghampiri dan menawarkan bantuan.
“Kenapa Mbak, pintunya macet..”
“Iya, memang sejak kemarin pintunya agak rusak, aku lupa memanggil tukang untuk memperbaikinya.” jawab Mbak Ninik.
“Kamu bisa membukanya, Hen.” lanjutnya.
“Coba Mbak, saya bantu.” jawabku, sambil mengambil obeng dan tang dari motorku.
Aku mulai bergaya, ya sedikit-sedikit aku juga punya bakat Mc Gayver. Namun yang membuatku sangat bersemangat adalah harapan agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
“Kletek.. kletek…” akhirnya pintu terbuka. Aku pun lega.
“Wah pinter juga kamu Hen, belajar dari mana.”
“Ah, nggak kok Mbak.. maklum saya saudaranya Mc Gayver,” ucapku bercanda.
“Terima kasih ya Hen,” ucap Mbak Ninik sambil masuk rumah.
Aku agak kecewa, ternyata ia tidak menawariku tidur di rumahnya. Aku kembali tiduran di kursi terasku. Namun beberapa saat kemudian. Mbak Ninik keluar dan menghampiriku.
“Tidur di luar tidak dingin. Kalau mau, tidur di rumahku saja Hen,” kata Mbak Ninik.
“Ah, nggak usah Mbak, biar aku tidur di sini saja, sudah biasa kok, “jawabku basa-basi.
“Nanti sakit lho. Ayo masuk saja, nggak apa-apa kok.. ayo.”
Akhirnya aku masuk juga, sebab itulah yang kuinginkan.
“Mbak, saya tidur di kursi saja.”
Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa yang terdapat di ruang tamu.
“Ini bantal dan selimutnya Hen.”
Aku tersentak kaget melihat Mbak Ninik datang menghampiriku yang hampir terlelap. Apalagi saat tidur aku membuka pakaianku dan hanya memakai celena pendek.
“Oh, maaf Mbak, aku terbiasa tidur nggak pakai baju,” ujarku.
“Oh nggak pa-pa Hen, telanjang juga nggak pa-pa.”
“Benar Mbak, aku telanjang nggak pa-pa,” ujarku menggoda.
“Nggak pa-pa, ini selimutnya, kalau kurang hangat ada di kamarku,” kata Mbak Ninik sambil masuk kamar.
Aku tertegun juga saat menerima bantal dan selimutnya, sebab Mbak Ninik hanya memakai pakaian tidur yang tipis sehingga secara samar aku bisa melihat seluruh tubuh Mbak Ninik. Apalagi ia tidak mengenakan apa-apa lagi di dalam pakaian tidur tipis itu. Aku juga teringat ucapannya kalau selimut yang lebih hangat ada di kamarnya. Langsung aku menghampiri kamar Mbak Ninik. Ternyata pintunya tidak ditutup dan sedikit terbuka. Lampunya juga masih menyala, sehingga aku bisa melihat Mbak Ninik tidur dan pakaiannya sedikit terbuka. Aku memberanikan diri masuk kamarnya.
“Kurang hangat selimutnya Hen,” kata Mbak Ninik.
“Iya Mbak, mana selimut yang hangat,” jawabku memberanikan diri.
“Ini di sini,” kata Mbak Ninik sambil menunjuk tempat tidurnya.
Aku berlagak bingung dan heran. Namun aku mengerti Mbak Ninik ingin aku tidur bersamanya. Mungkin juga ia ingin aku.., Pikiranku melayang kemana-mana. Hal itu membuat penisku mulai berdiri. Terlebih saat melihat tubuh Mbak Ninik yang tertutup kain tipis itu.
“Sudah jangan bengong, ayo sini naik,” kata Mbak Ninik.
“Eit, katanya tadi mau telanjang, kok masih pakai celana pendek, buka dong kan asyik,” kata Mbak Ninik saat aku hendak naik ranjangnya.
Kali ini aku benar-benar kaget, tidak mengira ia langsung memintaku telanjang. Tapi kuturuti kemauannya dan membuka celana pendek berikut cekana dalamku. Saat itu penisku sudah berdiri.
“Ouww, punyamu sudah berdiri Hen, kedinginan ya, ingin yang hangat,” katanya.
“Mbak nggak adil dong kalau hanya aku yang bugil, Mbak juga dong,” kataku.
“OK Hen, kamu mau membukakan pakaianku.”
Kembali aku kaget dibuatnya, aku benar-benar tidak mengira Mbak Ninik mengatakan hal itu. Ia berdiri di hadapanku yang sudah bugil dengan penis berdiri. Aku memang baru kali ini tidur bersama wanita, sehingga saat membayangkan tubuh Mbak Ninik penisku sudah berdiri.
“Ayo bukalah bajuku,” kata Mbak Ninik.
Aku segera membuka pakaian tidurnya yang tipis. Saat itulah aku benar-benar menyaksikan pemandangan indah yang belum pernah kualami. Jika melihat wanita bugil di film sih sudah sering, tapi melihat langsung baru kali ini.
Cerita Seks- Setelah Mbak Ninik benar-benar bugil, tanganku segera melakukan pekerjaannya. Aku langsung meremas-remas buah dada Mbak Ninik yang putih dan mulus. Tidak cuma itu, aku juga mengulumnya. Puting susunya kuhisap dalam-dalam. Mbak Ninik rupanya keasyikan dengan hisapanku. Semua itu masih dilakukan dengan posisi berdiri.
“Oh, Hen nikmat sekali rasanya..”
Aku terus menghisap puting susunya dengan ganas. Tanganku juga mulai meraba seluruh tubuh Mbak Ninik. Saat turun ke bawah, tanganku langsung meremas-remas pantat Mbak Ninik. Pantat yang padat dan sintal itu begitu asyik diremas-remas. Setelah puas menghisap buah dada, mulutku ingin juga mencium bibir Mbak Ninik yang merah.
“Hen, kamu ahli juga melakukannya, sudah sering ya,” katanya.
“Ah ini baru pertama kali Mbak, aku melakukan seperti yang kulihat di film blue,” jawabku.
Aku terus menciumi tiap bagian tubun Mbak Ninik. Aku menunduk hingga kepalaku menemukan segumpal rambut hitam. Rambut hitam itu menutupi lubang vagina Mbak Ninik. Bulu vaginanya tidak terlalu tebal, mungkin sering dicukur. Aku mencium dan menjilatinya. Tanganku juga masih meremas-remas pantat Mbak Ninik. Sehingga dengan posisi itu aku memeluk seluruh bagian bawah tubuh Mbak Ninik.
“Naik ranjang yuk,” ucap Mbak Ninik.
Aku langsung menggendongnya dan merebahkan di ranjang. Mbak Ninik tidur dengan terlentang dan paha terbuka. Tubuhnya memang indah dengan buah dada yang menantang dan bulu vaginanya yang hitam indah sekali. Aku kembali mencium dam menjilati vagina Mbak Ninik. Vagina itu berwarna kemerahan dan mengeluarkan bau harum. Mungkin Mbak Ninik rajin merawat vaginanya. Saat kubuka vaginanya, aku menemukan klitorisnya yang mirip biji kacang. Kuhisap klitorisnya dan Mbak Ninik menggeliat keasyikan hingga pahanya sedikit menutup. Aku terjepit diantara paha mulus itu terasa hangat dan nikmat.
“Masih belum puas menjilatinya Hen.”
“Iya Mbak, punyamu sungguh asyik dinikmati.”
“Ganti yang lebih nikmat dong.”
Tanpa basa-basi kubuka paha mulus Mbak Ninik yang agak menutup. Kuraba sebentar bulu yang menutupi vaginanya. Kemudian sambil memegang penisku yang berdiri hebat, kumasukkan batang kemaluanku itu ke dalam vagina Mbak Ninik.
“Oh, Mbak ini nikmatnya.. ah.. ah..”
“Terus Hen, masukkan sampai habis.. ah.. ah..”
Aku terus memasukkan penisku hingga habis. Ternyata penisku yang 17 cm itu masuk semua ke dalam vagina Mbak Ninik. Kemudian aku mulai dengan gerakan naik turun dan maju mundur.
“Mbak Ninik.. Nikmaat.. oh.. nikmaattt seekaliii.. ah..”
Semakin lama gerakan maju mundurku semakin hebat. Itu membuat Mbak Ninik semakin menggeliat keasyikan.
“Oh.. ah.. nikmaatt.. Hen.. terus.. ah.. ah.. ah..”
Setelah beberapa saat melakukan maju mundur, Mbak Ninik memintaku menarik penis. Rupanya ia ingin berganti posisi. Kali ini aku tidur terlentang. Dengan begitu penisku terlihat berdiri seperti patung. Sekarang Mbak Ninik memegang kendali permainan. Diremasnya penisku sambil dikulumnya. Aku kelonjotan merasakan nikmatnya kuluman Mbak Ninik. Hangat sekali rasanya, mulutnya seperti vagina yang ada lidahnya. Setelah puas mengulum penisku, ia mulai mengarahkan penisku hingga tepat di bawah vaginanya. Selanjutnya ia bergerak turun naik, sehingga penisku habis masuk ke dalam vaginanya.
“Oh.. Mbak Ninik.. nikmaaatt sekali.. hangat dan oh..”
Sambil merasakan kenikmatan itu, sesekali aku meremas-remas buah dada Mbak Ninik. Jika ia menunduk aku juga mencium buah dada itu, sesekali aku juga mencium bibir Mbak Ninik.
“Oh Hen punyamu Oke juga.. ah.. oh.. ah..”
“Punyamu juga nikmaaat Mbaak.. ah.. oh.. ah…”
Mbak Ninik rupanya semakin keasyikan, gerakan turun naiknya semakin kencang. Aku merasakan vagina Mbak Ninik mulai basah. Cairan itu terasa hangat apalagi gerakan Mbak Ninik disertai dengan pinggulnya yang bergoyang. Aku merasa penisku seperti dijepit dengan jepitan dari daging yang hangat dan nikmat.
“Mbak Ninik.. Mbaaakk.. Niiikmaaattt..”
“Eh.. ahh.. ooohh.. Hen.. asyiiikkk.. ahh.. ennakk.. nikmaaatt..”
Setelah dengan gerakan turun naik, Mbak Ninik melepas penisku. Ia ingin berganti posisi lagi. Kali ini ia nungging dengan pantat menghadapku. Nampak olehku pantatnya bagai dua bantal yang empuk dengan lubang nikmat di tengahnya. Sebelum kemasukan penisku, aku menciumi dahulu pantat itu. Kujilati, bahkan hingga ke lubang duburnya. Aku tak peduli dengan semua hal, yang penting bagiku pantat Mbak Ninik kini menjadi barang yang sangat nikmat dan harus kunikmati.
“Hen, ayo masukkan punyamu aku nggak tahaan nih,” kata Mbak Ninik.
Kelihatannya ia sudah tidak sabar menerima hunjaman penisku.
“Eh iya Mbak, habis pantat Mbak nikmat sekali, aku jadi nggak tahan,” jawabku.
Kemudian aku segera mengambil posisi, kupegang pantatnya dan kuarahkan penisku tepat di lubang vaginanya. Selanjutnya penisku menghunjam dengan ganas vagina Mbak Ninik. Nikmat sekali rasanya saat penisku masuk dari belakang. Aku terus menusuk maju mundur dan makin lama makin keras.

“Oh.. Aah.. Hen.. Ooohh.. Aah.. Aaahh.. nikmaaatt Hen.. terus.. lebih keras Hen…”
“Mbak Ninik.. enak sekaliii.. niiikmaaatt sekaaliii..”
Kembali aku meraskan cairan hangat dari vagina Mbak Ninik membasahi penisku. Cairan itu membuat vagina Mbak Ninik bertambah licin. Sehingga aku semakin keras menggerakkan penisku maju mundur.Mbak Ninik berkelonjotan, ia memejamkan mata menahan rasa nikmat yang teramat sangat. Rupanya ia sudah orgasme. Aku juga merasakan hal yang sama.
“Mbak.. aku mau keluar nih, aku nggak tahan lagi..”
Kutarik penisku keluar dari lubang duburnya dan dari penisku keluar sperma berwarna putih. Sperma itu muncrat diatas pantat Mbak Ninik yang masih menungging. Aku meratakan spermaku dengan ujung penisku yang sesekali masih mengeluarkan sperma. Sangat nikmat rasanya saat ujung penisku menyentuh pantat Mbak Ninik.
“Oh, Mbak Ninik.. Mbaak.. nikmat sekali deh.. Hebat.. permainan Mbak bener-bener hebat..”
“Kamu juga Hen, penismu hebat.. hangat dan nikmat..”
Kami berpelukan di ranjang itu, tak terasa sudah satu jam lebih kami menikmati permainan itu. Selanjutnya karena lelah kami tertidur pulas. Esok harinya kami terbangun dan masih berpelukan. Saat itu jam sudah pukul 09:30 pagi.
“Kamu nggak sekolah Hen,” tanya Mbak Ninik.
“Sudah terlambat, Mbak Ninik tidak bekerja.”
“Aku masuk sore, jadi bisa bangun agak siang..”
Kemudian Mbak Ninik pergi ke kamar mandi. Aku mengikutinya, kami mandi berdua dan saat mandi kembali kami melakukan permainan nikmat itu. Walaupun dengan posisi berdiri, tubuh Mbak Ninik tetap nikmat. Akhirnya pukul 14:30 aku pergi ke rumah Baron dan mengambil kunci rumahku. Tapi sepanjang perjalanan aku tidak bisa melupakan malam itu. Itulah saat pertama aku melakukan permainan nikmat dengan seorang wanita.
Kini saat aku kuliah dan bekerja di Denpasar, aku masih sering mengingat saat itu. Jika kebetulan pulang ke Jember, aku selalu mampir ke rumah Mbak Ninik dan kembali menikmati permainan nikmat. Untung sekarang ia sudah pindah, jadi kalau aku tidur di rumah Mbak Ninik, orang tuaku tidak tahu. Kubilang aku tidur di rumah teman SMA.

Friday, August 3, 2018

Kumpulan Cerita Sex Terbaru Ngentot Dengan Tante Pemilik Warung

Judi Slot Pake Pulsa

Streaming Film xxi Gratis

di sebuah - Hallo sahabat Cerita Mesum terbaru 2019, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul di sebuah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel (bukan nama sebenarnya), Artikel aku, Artikel bekerja, Artikel cukup, Artikel di, Artikel di sebuah, Artikel Jawa Barat, Artikel Namaku, Artikel Otong, Artikel perusahaan, Artikel terkenal, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kumpulan Cerita Sex Terbaru Ngentot Dengan Tante Pemilik Warung
link : Kumpulan Cerita Sex Terbaru Ngentot Dengan Tante Pemilik Warung

Baca juga


di sebuah

Kumpulan Cerita Sex Terbaru 2018 - Namaku Otong (bukan nama sebenarnya), aku bekerja di sebuah perusahaan cukup terkenal di Jawa Barat, di sebuah kota yang sejuk, dan saya tinggal (kost) di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah tersebut terkenal dengan gadis-gadisnya yang cantik & manis.

Aku dan teman-teman kost setiap pulang kantor selalu menyempatkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang sering lewat di depan kost. Di sebelah kostku ada sebuah warung kecil tapi lengkap, lengkap dalam artian untuk kebutuhan sehari-hari, dari mulai sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dsb itu ada semua.
 
Aku sudah langganan dengan warung sebelah. Kadang kalau sedang tidak membawa uang atau saat belanja uangnya kurang aku sudah tidak sungkan-sungkan untuk hutang. Warung
itu milik Ibu Ita (tapi aku memanggilnya Tante Ita), seorang janda cerai beranak satu yang tahun ini baru masuk TK nol kecil. Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitar jam lima, terus tutupnya juga sekitar jam sembilan malam. Warung itu ditungguin oleh Tante Ita sendiri dan keponakannya yang SMA, Krisna namanya.
Seperti biasanya, sepulang kantor aku mandi, pakai sarung terus sudah stand by di depan TV, sambil ngobrol bersama teman-teman kost. Aku bawa segelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasanya ada yang kurang.., apa ya..?, Oh ya rokok, tapi setelah aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam 9 kurang 10 menit (malam), aku jadi ragu, apa warung Tante Ita masih buka ya..?, Ah.., aku coba saja kali-kali saja masih buka. Oh, ternyata warung Tante Ita belum tutup, tapi kok sepi.., “Mana yang jualan”, batinku.
“Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik Krisna”, lho kok kosong, warung ditinggal sepi seperti ini, kali saja lupa nutup warung.
Ah kucoba panggil sekali lagi, “Permisi.., Tante Ita?”.
“Oh ya.., tungguu”, Ada suara dari dalam. Wah jadi deh beli rokok akhirnya.
Yang keluar ternyata Tante Ita, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.
“Oh.., maaf Tante, Saya mau mengganggu nich.., Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana?
“O.., Krisna sedang dibawa ama kakeknya.., katanya kangen ama cucu.., maaf ya Mas Otong Tante pake’ pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich”.
“Tidak apa-apa kok Tante, sekilas mataku melihat badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.., putih mulus, seperti masih gadis-gadis, baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya. Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH. Pikiran kotorku mulai kumat.
Malam gini kok belum tutup Tante..?
“Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake’ pakaian dulu?
“Oh biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian”, kataku. Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.
“Wah ngerepoti Mas Otong kata Tante Ita.., sini biar Tante ikut bantu juga”. Warung sudah tertutup, kini aku pulang lewat belakang saja.
“Trimakasih lho Mas Otong..?”.
“Sama-sama..”kataku.
“Tante saya lewat belakang saja”.
Saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan, badanku menubruk tante, tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas, dan Tante Ita terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja. Tante Ita menjerit sambil secara reflek memelukku.
“Mas Otong.., tolong ambil handuk yang jatuh terus lilitkan di badan Tante”, kata tante dengan muka merah padam. Aku jongkok mengambil handuk tante yang jatuh, saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah, celana dalam merah muda, dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum. Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi. Tapi ketika aku mau melilitkan handuk tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tante.
“Mas Otong.., burungnya bangun ya..?”.
“Iya Tante.., ah jadi malu Saya.., habis Saya lihat Tante seperti ini mana harum lagi, jadi nafsu Saya Tante..”.
“Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”.
“Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?”.
“Ah belum terpikir Tante..”.
“Yah.., kalau mo’ nikah harus siap lahir batin lho.., jangan kaya’ mantan suami Tante.., tidak bertanggung jawab kepada keluarga.., nah akibatnya sekarang Tante harus bersetatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda, malu.., tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..”.
“Oh ya Tante.., terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..”, tanyaku usil.
“Yah.., Tante tahan-tahan saja..”.
Kasihan.., batinku.., andaikan.., andaikan.., aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.., ough.., pikiranku tambah usil.
Waktu itu bentuk sarungku sudah berubah, agak kembung, rupanya tante juga memperhatikan.
“Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”.
Aku cuma megangguk saja, terus sangat di luar dugaanku, tiba-tiba Tante Ita meraba burungku.
“Wow besar juga burungmu, Mas Otong.., burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?”.
“Belum..!!”, jawabku bohong sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.
“Mas.., boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja..?”, belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik sarungku, praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.
“Oh.., sampe’ keluar gini Mas..?”.
“Iya emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam, Aku sendiri tidak tahu persis berapa panjang burungku..?”, kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita.
“Wah.., Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..”, kata tante sambil terus mengocok burungku. Oughh.., nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, Tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi, itu aku tahu karena burungku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.
“Ough.., Tante.., nikmat Tante.., ough..”, desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan, kali ini tante memasukkan burungku ke bibirnya yang kecil, dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot.., ough.., seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu.., ough.., sesshh.
Aku kaget, tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya, dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut, Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku kini.
“Mas Otong.., berbuatlah sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!”.
Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut.., woow.., pemandangan begini indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak. Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak, aku langsung saja mejilat vaginanya, harum, dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Aku lahap rakus vagina tante, aku mainkan lidahku di clitorisnya, sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.
“Ough Mas.., ough..”, desah tante sambil memegangi susunya sendiri.
“Terus Mas.., Maas..”, aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya, ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.
Kemudian Tante Ita membalikkan badannya telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.

“Ayo Mas Otong.., Tante sudah tidak tahan.., mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya.., wowww.., Mas Otong.., burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”. Aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku, aku melihat pemandangan demikian menantang, vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung tancapkan burungku dibibir vaginanya.
“Aughh..”, teriak tante.
“Kenapa Tante..?”, tanyaku kaget.
“Udahlah Mas.., teruskan.., teruskan..”, aku masukkan kepala burungku di vaginanya, sempit sekali.
“Tante.., sempit sekali Tante.?”.
“Tidak apa-apa Mas.., terus saja.., soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.., ntar juga nikmat..”.
Yah.., aku paksakan sedikit demi sedikit.., baru setengah dari burungku amblas.., Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan gelepar ke sana ke mari.
“Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat Mas.., terus Mas.., oughh..”.
Begitu juga aku.., walaupun burungku masuk ke vaginanya cuma setengah, tapi sedotannya oughh luar biasa.., nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Kali ini burungku sudah amblas dimakan vagina Tante Ita. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita. Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku, mencakarku.
“Oughh Mas.., ough.., luar biasa.., oughh.., Mas Otong..”, katanya sambil merem-melek.
“Kayaknya ini yang namanya orgasme.., ough..”, burungku tetap di vagina Tante Ita.
“Mas Otong sudah mau keluar ya..?”. Aku menggeleng. Kemudian Tante Ita telentang kembali, aku seperti kesetanan menggerakkan badaku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Ita semakin mendesah, “Ough.., Mas..”, tiba-tiba Tante Ita memelukku sedikit agak mencakar punggungku.
“Oughh Mas.., aku keluar lagi..”, kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin terasa, aku dibuat terbang rasanya. Ach rasanya aku sudah mau keluar, sambil terus goyang kutanya Tante Ita.
“Tante.., Aku keluarin dimana Tante..?, di dalam boleh nggak..?”.
“Terrsseerraah..”, desah Tante Ita. Ough.., aku percepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya spermaku aku muntahkan dalam vagina Tante Ita, masih aku gerakkan badanku rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali, dia gigit dadaku.
“Mas Otong.., Mas Otong.., hebat Kamu Mas”.
Aku kembali kenakan celana dalam serta sarungku. Tante Ita masih tetap telanjang telentang di atas meja.
“Mas Otong.., kalau mau beli rokok lagi yah.., jam-jam begini saja ya.., nah kalau sudah tutup digedor saja.., tidak apa-apa.., malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..”, kata tante menggodaku sambil memainkan puting dan clitorisnya yang masih nampak bengkak.
“Tante ingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung”, kata tante sambil tersenyum genit. Lalu aku pulang.., baru terasa lemas sakali badanku, tapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat. Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor, saat di depan warung Tante Ita, aku di panggil tante.
“Rokoknya sudah habis ya.., ntar malem beli lagi ya..?”, katanya penuh pengharapan, padahal pembeli sedang banyak-banyaknya, tapi mereka tidak tahu apa maksud perkataan Tante Ita tadi, akupun pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam.

Kumpulan Cerita Sex Terbaru 2018 - Namaku Otong (bukan nama sebenarnya), aku bekerja di sebuah perusahaan cukup terkenal di Jawa Barat, di sebuah kota yang sejuk, dan saya tinggal (kost) di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah tersebut terkenal dengan gadis-gadisnya yang cantik & manis.

Aku dan teman-teman kost setiap pulang kantor selalu menyempatkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang sering lewat di depan kost. Di sebelah kostku ada sebuah warung kecil tapi lengkap, lengkap dalam artian untuk kebutuhan sehari-hari, dari mulai sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dsb itu ada semua.
 
Aku sudah langganan dengan warung sebelah. Kadang kalau sedang tidak membawa uang atau saat belanja uangnya kurang aku sudah tidak sungkan-sungkan untuk hutang. Warung
itu milik Ibu Ita (tapi aku memanggilnya Tante Ita), seorang janda cerai beranak satu yang tahun ini baru masuk TK nol kecil. Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitar jam lima, terus tutupnya juga sekitar jam sembilan malam. Warung itu ditungguin oleh Tante Ita sendiri dan keponakannya yang SMA, Krisna namanya.
Seperti biasanya, sepulang kantor aku mandi, pakai sarung terus sudah stand by di depan TV, sambil ngobrol bersama teman-teman kost. Aku bawa segelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasanya ada yang kurang.., apa ya..?, Oh ya rokok, tapi setelah aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam 9 kurang 10 menit (malam), aku jadi ragu, apa warung Tante Ita masih buka ya..?, Ah.., aku coba saja kali-kali saja masih buka. Oh, ternyata warung Tante Ita belum tutup, tapi kok sepi.., “Mana yang jualan”, batinku.
“Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik Krisna”, lho kok kosong, warung ditinggal sepi seperti ini, kali saja lupa nutup warung.
Ah kucoba panggil sekali lagi, “Permisi.., Tante Ita?”.
“Oh ya.., tungguu”, Ada suara dari dalam. Wah jadi deh beli rokok akhirnya.
Yang keluar ternyata Tante Ita, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.
“Oh.., maaf Tante, Saya mau mengganggu nich.., Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana?
“O.., Krisna sedang dibawa ama kakeknya.., katanya kangen ama cucu.., maaf ya Mas Otong Tante pake’ pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich”.
“Tidak apa-apa kok Tante, sekilas mataku melihat badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.., putih mulus, seperti masih gadis-gadis, baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya. Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH. Pikiran kotorku mulai kumat.
Malam gini kok belum tutup Tante..?
“Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake’ pakaian dulu?
“Oh biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian”, kataku. Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.
“Wah ngerepoti Mas Otong kata Tante Ita.., sini biar Tante ikut bantu juga”. Warung sudah tertutup, kini aku pulang lewat belakang saja.
“Trimakasih lho Mas Otong..?”.
“Sama-sama..”kataku.
“Tante saya lewat belakang saja”.
Saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan, badanku menubruk tante, tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas, dan Tante Ita terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja. Tante Ita menjerit sambil secara reflek memelukku.
“Mas Otong.., tolong ambil handuk yang jatuh terus lilitkan di badan Tante”, kata tante dengan muka merah padam. Aku jongkok mengambil handuk tante yang jatuh, saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah, celana dalam merah muda, dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum. Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi. Tapi ketika aku mau melilitkan handuk tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tante.
“Mas Otong.., burungnya bangun ya..?”.
“Iya Tante.., ah jadi malu Saya.., habis Saya lihat Tante seperti ini mana harum lagi, jadi nafsu Saya Tante..”.
“Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”.
“Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?”.
“Ah belum terpikir Tante..”.
“Yah.., kalau mo’ nikah harus siap lahir batin lho.., jangan kaya’ mantan suami Tante.., tidak bertanggung jawab kepada keluarga.., nah akibatnya sekarang Tante harus bersetatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda, malu.., tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..”.
“Oh ya Tante.., terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..”, tanyaku usil.
“Yah.., Tante tahan-tahan saja..”.
Kasihan.., batinku.., andaikan.., andaikan.., aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.., ough.., pikiranku tambah usil.
Waktu itu bentuk sarungku sudah berubah, agak kembung, rupanya tante juga memperhatikan.
“Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”.
Aku cuma megangguk saja, terus sangat di luar dugaanku, tiba-tiba Tante Ita meraba burungku.
“Wow besar juga burungmu, Mas Otong.., burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?”.
“Belum..!!”, jawabku bohong sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.
“Mas.., boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja..?”, belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik sarungku, praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.
“Oh.., sampe’ keluar gini Mas..?”.
“Iya emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam, Aku sendiri tidak tahu persis berapa panjang burungku..?”, kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita.
“Wah.., Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..”, kata tante sambil terus mengocok burungku. Oughh.., nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, Tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi, itu aku tahu karena burungku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.
“Ough.., Tante.., nikmat Tante.., ough..”, desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan, kali ini tante memasukkan burungku ke bibirnya yang kecil, dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot.., ough.., seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu.., ough.., sesshh.
Aku kaget, tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya, dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut, Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku kini.
“Mas Otong.., berbuatlah sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!”.
Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut.., woow.., pemandangan begini indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak. Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak, aku langsung saja mejilat vaginanya, harum, dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Aku lahap rakus vagina tante, aku mainkan lidahku di clitorisnya, sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.
“Ough Mas.., ough..”, desah tante sambil memegangi susunya sendiri.
“Terus Mas.., Maas..”, aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya, ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.
Kemudian Tante Ita membalikkan badannya telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.

“Ayo Mas Otong.., Tante sudah tidak tahan.., mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya.., wowww.., Mas Otong.., burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”. Aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku, aku melihat pemandangan demikian menantang, vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung tancapkan burungku dibibir vaginanya.
“Aughh..”, teriak tante.
“Kenapa Tante..?”, tanyaku kaget.
“Udahlah Mas.., teruskan.., teruskan..”, aku masukkan kepala burungku di vaginanya, sempit sekali.
“Tante.., sempit sekali Tante.?”.
“Tidak apa-apa Mas.., terus saja.., soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.., ntar juga nikmat..”.
Yah.., aku paksakan sedikit demi sedikit.., baru setengah dari burungku amblas.., Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan gelepar ke sana ke mari.
“Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat Mas.., terus Mas.., oughh..”.
Begitu juga aku.., walaupun burungku masuk ke vaginanya cuma setengah, tapi sedotannya oughh luar biasa.., nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Kali ini burungku sudah amblas dimakan vagina Tante Ita. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita. Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku, mencakarku.
“Oughh Mas.., ough.., luar biasa.., oughh.., Mas Otong..”, katanya sambil merem-melek.
“Kayaknya ini yang namanya orgasme.., ough..”, burungku tetap di vagina Tante Ita.
“Mas Otong sudah mau keluar ya..?”. Aku menggeleng. Kemudian Tante Ita telentang kembali, aku seperti kesetanan menggerakkan badaku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Ita semakin mendesah, “Ough.., Mas..”, tiba-tiba Tante Ita memelukku sedikit agak mencakar punggungku.
“Oughh Mas.., aku keluar lagi..”, kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin terasa, aku dibuat terbang rasanya. Ach rasanya aku sudah mau keluar, sambil terus goyang kutanya Tante Ita.
“Tante.., Aku keluarin dimana Tante..?, di dalam boleh nggak..?”.
“Terrsseerraah..”, desah Tante Ita. Ough.., aku percepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya spermaku aku muntahkan dalam vagina Tante Ita, masih aku gerakkan badanku rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali, dia gigit dadaku.
“Mas Otong.., Mas Otong.., hebat Kamu Mas”.
Aku kembali kenakan celana dalam serta sarungku. Tante Ita masih tetap telanjang telentang di atas meja.
“Mas Otong.., kalau mau beli rokok lagi yah.., jam-jam begini saja ya.., nah kalau sudah tutup digedor saja.., tidak apa-apa.., malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..”, kata tante menggodaku sambil memainkan puting dan clitorisnya yang masih nampak bengkak.
“Tante ingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung”, kata tante sambil tersenyum genit. Lalu aku pulang.., baru terasa lemas sakali badanku, tapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat. Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor, saat di depan warung Tante Ita, aku di panggil tante.
“Rokoknya sudah habis ya.., ntar malem beli lagi ya..?”, katanya penuh pengharapan, padahal pembeli sedang banyak-banyaknya, tapi mereka tidak tahu apa maksud perkataan Tante Ita tadi, akupun pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam.